TOMOHON, – Aksi damai Gerakan Reformasi Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) bawa 14 Petisi di gedung Kantor Sinode, Tomohon Tengah, pada Rabu (11/6/2025).
Aksi itu dihadiri oleh pendeta-pendeta yang tergabung dalam gerakan reformasi GMIM, yang diawali dengan ibadah bersama, di halaman Auditorium Bukit Insipirasi (ABI).
Dari pemantauan media ini, Gerakan Reformasi GMIM membawa 14 Petisi, dan telah diserahkan kepada Plt Ketua Sinode GMIM Pdt. Yani Rende, M.Th.
“Jika petisi ini tidak di tindak lanjuti, kami akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar lagi, dan menduduki kantor Sinode GMIM,” tegas Pdt. Joke Mangare dan Pdt. Rita Dalos.
Diketahui, pada poin pertama, menekankan soal dukungan atas program pemberantasan korupsi oleh Presiden Prabowo Subianto dan Kapolda Sulawesi Utara Irjen Royke Langi.
Ketiga, menyebut sial kepemimpinan BPMS saat ini yang sedang vakum, membingungkan dan jelas bertentangan dengan Tata Gereja GMIM Tahun 2021, karena ada Ketua Pendeta Hein Arina dan Plt. Ketua Pendeta Janny Rende.
Kemudian, poin ke Tiga menyebut BPMS tidak diberikan kewenangan mutlak untuk menafsir Tata Gereja GMIM Tahun 2021.
Pada poin ke empat menyatakan dan menegaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi dan proses hukum yang dijalani Pendeta Hein Arina adalah murni tanggung jawab pribadi yang bersangkutan.
Baca juga: Pintu RS Bethesda Dibuka dengan Cara “Dijebol”, Arina: Torang ini Tuan Rumah!
Lebih lanjut, di poin ke Lima, menegaskan BPMS gagal mengelola dan menata keuangan bantuan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Poin Enam, Pendeta Hein Arina sebagai Ketua Sinode GMIM yang menjadi tersangka penyalahgunaan dana hibah Provinsi Sulawesi Utara ke GMIM, sangat memalukan wibawa dan citra GMIM, sekaligus menjadi bukti pengelolaan dan penataan keuangan di Sinode GMIM kacau.
Di poin ke Tujuh, diminta segera agendakan pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) Perubahan Tata Gereja GMIM 2021 pada bulan Juli 2025 sebagai Keputusan Sidang Majelis Sinode Tahunan (SMST) di Likupang 2 Tahun 2024.
“Poin kedelapan, demi keutuhan dan kelanjutan program pelayanan serta kepemimpinan GMIM, Kami minta Pendeta Hein Arina segera mengundurkan diri saat ini sebagai Ketua BPMS GMIM,” terang Pdt Joke dan Pdt Rita.
Senada, di Poin ke Sembilan, ditegaskannya agar Pendeta Hein Arina harus diberhentikan sebagai pekerja pegawai organik, karena tidak menjaga citra GMIM.
Pada poin Sepuluh, BPMS harus transparan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban, termasuk dana hibah UKIT, Rumah Sakit GMIM dan bantuan hibah pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah pelayanan GMIM.
Di poin ke 11, Gerakan Reformasi GMIM menegaskan, agar Gereja tidak di politisasi. “Stop Politisasi GMIM!” tegas Pdt. Joke Mangare dan Pdt. Rita Dalos.
Dimintainya juga, pada poin ke 12, untuk menghentikan tunjangan-tunjangan Pendeta Hein Arina, karena tidak lagi melaksanakan tugas.
Dilanjutkan, di poin ke 13, reformasi GMIM meminta untuk periksa penggunaan dana hibah ke Kerukunan Keluarga Pendeta dan Guru Agama.
“Di poin terakhir, jika BPMS tidak mengagendakan pelaksanaan SMSI pada bulan Juli 2025 dan Pendeta Hein Arina tidak mundur sebagai ketua BPMS, maka kami akan datang kembali dengan kekuatan yang lebih besar,” tutup mereka.