Connect with us

Berita Terkini

Petaka El Nino Picu Kekeringan Ekstrim, BMKG Suarakan Gerakan Hemat Air!

Menurut A Fachri Rajab, hasil monitoring hingga pertengahan Juli 2023 menunjukkan, 63% dari zona musim telah memasuki musim kemarau.

Published

on

Contoh kekeringan ekstrim yang berdampak bagi petani di Indonesia

JAKARTA, – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) suarakan gerakan hemat air.

Hal ini lantaran petaka El Nino yang diprediksi timbulkan kekeringan ekstrim, bahkan lebih panjang dari biasanya.

El Nino merambah ke sejumlah wilayah di Indonesia bahkan diprediksi bakal mengalami hari tanpa hujan yang panjang.

Dilansir dari CNBC, tahun ini, El Nino akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus-September nanti.

Fenomena iklim ini dipicu anomali kenaikan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Menurut Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG A Fachri Rajab, hasil monitoring hingga pertengahan Juli 2023 menunjukkan, 63% dari zona musim telah memasuki musim kemarau.

“Ya, pemantauan 10 hari terakhir Juli 2023, indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan nilai sebesar positif 1,14 yang mengindikasikan intensitas El Nino terus menguat, sejak awal Juli,” bebernya.

Dikatakan, sebagian wilayah Indonesia, El Nino memberikan dampak kondisi lebih kering sehingga curah hujan berkurang.

“Tutupan awan berkurang, dan suhu meningkat,” kata Fachri dikutip dari situs resmi BMKG, Kamis (3/8/2023).

“Kemarau tahun ini akan lebih kering dari normalnya dan juga lebih kering dari tiga tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Dirinya juga memaparkan, sejumlah daerah di Indonesia akan mengalami dampak akibat El Nino yang diprediksi akan mengalami curah hujan paling rendah.

“Ini berpotensi mengalami musim kering yang ekstrem,” ketusnya.

“Prakiraan curah hujan bulanan BMKG menunjukkan sebagai besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan bulanan kategori rendah bahkan sebagian lainnya akan mengalami kondisi tanpa hujan sama sekali hingga Oktober nanti,” katanya.

“Jadi harus tetap waspada akan potensi terjadinya kekeringan,” tambahnya.

Pihaknya (BMKG-red), mendorong pemerintah daerah, khususnya daerah yang diprediksi terdampak serius agar melakukan langkah mitigasi dan aksi siap siaga secepat mungkin.

“Caranya, melakukan gerakan panen hujan, memasifkan gerakan hemat air, dan menyiapkan tempat cadangan air untuk puncak kemarau,” katanya.

“Sektor yang paling terdampak fenomena El Nino adalah sektor pertanian, utamanya tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Rendahnya curah hujan akan mengakibatkan lahan pertanian kekeringan dan dikhawatirkan akan mengalami gagal panen,” pungkas Fachri.

Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya mengungkapkan, saat ini negara-negara di dunia lebih mengkhawatirkan perubahan iklim daripada efek peperangan dan pandemi. Sebab, ujarnya, perubahan iklim menyebabkan efek domino secara global dan yang berkepanjangan.

Diantaranya, siklus fenomena El Nino yang semakin sering terjadi. Sebelum tahun 1980-an, kata dia, El Nino terjadi setiap 7 tahun sekali. Namun, setelah itu, terjadi perubahan menjadi lebih cepat, yaitu setiap 2-3 tahun.

Ichad || Dilansir dari CNBC

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *