Tomohon, – Masalah hak karyawan, yang diduga tidak diberikan PT Kawanua Puspa Buana, yang membawahi Jordan Bakery, berbentuk panjang.
Kasus itu kini masuki tahap Tripartit. Itu sudah digelar, Kamis (6/11/2025) di Kantor Disnaker Tomohon. Tripartit dihadiri pihak Perusahaan dan Karyawan, yang dimediasi Disnaker.
Usai Tripartit pertama, Managing Partner Pantow & Associates Law Office, Fickry Petrus Pantow SH, ACIArb, CIM, CLA, CCD, CPS, MEP, menguraikan terkait masalah itu.
Dikatakan, awal perselisihan hubungan industrial ini, dipicu oleh kegagalan PT Kawanua Puspa Buana (Pabrik Roti Jordan Tomohon) dalam memenuhi hak-hak normatif kesembilan karyawan.
“Tuntutan utama kami, berfokus pada upah yang diterima karyawan yang tidak memenuhi standar Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku,” beber Fickry melalui Tim Hukumnya, Christian Benedictus Sumakud SH dan Yeremia Louis Tongam Paat SH.
Selain itu, karyawan didapati tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial penuh. “Dimana klaim perusahaan telah membayarkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Namun, pada kenyataannya para pekerja yang kami wakilkan, tidak tercatat dalam sistem BPJS Perusahaan,” beber Christian.
Permasalahan ini, lanjut dia, diperparah dengan jam kerja yang melebihi ketentuan perundang-undangan (khususnya untuk pekerja harian) dan tidak adanya salinan kontrak kerja (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) serta Peraturan Perusahaan (PP) yang wajib diserahkan kepada pekerja.
“Pihak perusahaan juga tidak membayarkan uang penggantian hak secara patut,” terang anggota Tim Hukum, Pantow & Associates Law Office itu.
Sementara, Yermia Paat menegaskan, jika pelanggaran-pelanggaran itu, adalah bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Upaya penyelesaian secara damai telah ditempuh melalui dua kali perundingan Bipartit,” kata Yeremia.
Bipartit pertama, ia melanjutkan, dilaksanakan pada 25 September 2025. Dimana, perusahaan menyatakan kesediaan untuk merundingkan dan mengangkat status para PKWTT, serta berjanji menyiapkan bukti pembayaran BPJS untuk pertemuan selanjutnya.
“Namun, pada Bipartit Kedua yang digelar 2 Oktober 2025, komitmen tersebut gagal dipenuhi,” terangnya.
Perusahaan, kata dia, hanya mengeluarkan surat penghentian kontrak (PKWT) sepihak. Pihaknya menganggap, itu sebagai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak sah. “Mengingat status pekerja telah beralih menjadi PKWTT secara hukum,” sambungnya.
“Selain itu, perusahaan diduga melakukan intimidasi proses. Termasuk upaya menemui pekerja secara perorangan tanpa didampingi kuasa hukum,” beber Yeremia.
Akibat kegagalan ini, dia mengatakan, pihaknya melanjutkan kasus ini ke tahap Tripartit di Dinas Tenaga Kerja. “Nah mediasi Tripartit Pertama telah dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja Tomohon tadi,” ujarnya.
“Dalam sidang, kami sebagai kuasa hukum pekerja kembali menuntut diserahkannya peraturan lerusahaan, bukti setoran BPJS, perjanjian kerja, dan perhitungan hak normatif yang dijelaskan dalam Risalah Bipartit,” tutur Yeremia.
Pihak perusahaan, lanjutnya, menyatakan bahwa lekerja telah bekerja minimal 4 tahun, yang secara hukum memperkuat status PKWT menjadi PKWTT pekerja.
“Selain kondisi faktual, di mana para pekerja ditempatkan pada posisi kerja yang melakukan pekerjaan bersifat tetap dan krusial untuk produksi perusahaan,” kata Yeremia Paat menerangkan penjelasan pihak perusahaan.
Sebagai hasil perundingan, lanjut dikatakan, perusahaan diberikan waktu tujuh hari untuk menyiapkan perhitungan nominal tuntutan lekerja dan akan diserahkan kepada Disnaker Tomohon pada 13 November 2025.
“Kami berharap komitmen waktu yang diberikan ini dapat dipenuhi secara jujur dan transparan. Sekaligus meminta PT Kawanua Puspa Buana segera merealisasikan pemenuhan seluruh hak normatif pekerja yang telah diabaikan,” pungkasnya.