MANADO, – Polemik Pembongkaran dan pemindahan patung pahlawan nasional Sam Ratulangi di kota Manado, bikin sejumlah Seniman Sulawesi Utara (Sulut) ‘Naik Pitam’.
Hal itu tertuang dalam diskusi sekelompok seniman Sulawesi Utara di Museum Kebudayaan Sulut, pada Kamis (12/12/2024), dalam pembahasan soal pemindahan patung Sam Ratulangi
Melky Runtu menuturkan, hal ini merupakan tindakan yang dinilai kurang paham sejarah, ditambah dengan kolonialisasi pemerintah yang tidak punya kompeten dalam perkembangan seni, sejarah, dan kebudayaan.
“Mereka hanya berpikir nilai dari nominal yang mereka dapat dari anggaran APBD sebagai lahan pekerjaan,” kata Melky, yang merupakan seniman perupa Sulawesi Utara.
Dikatakan, seni selalu berbicara pada karya, jika dilecehkan berarti mereka menginjak harga diri seniman. Ia menekankan, isu ini tidak hanya berbicara di daerah, tapi bisa angkat hingga ke nasional.
“Ini karena kebiadaban para oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegas Melky.
Senada dengan itu, Arie Tulus seorang akademisi dan perupa Sulawesi Utara menegaskan, kasus ini jika dibiarkan, di masa datang akan ada lagi kasus-kasus serupa yang akan terjadi.
“Ya, di Sulawesi Utara umumnya, apalagi di Minahasa, terlalu banyak pelanggaran vandalis atau perusakan, pencurian, penghilangan situs budaya, dan tidak ada tindak lanjut dari pihak berwajib,” tegasnya.
Lihat saja peristiwa beberapa tahun lalu soal pencurian beberapa ukiran pahatan yang ada di waruga-waruga Sawangan dan Airmadidi, dan yang lebih fatal lagi yang terjadi di Benteng Moraya Tondano dan masih banyak lagi.
Tapi apa yang terjadi sekarang ini memang tergolong sangat-sangat fatal, karena yang mereka “hancurkan” dengan dalih estetika itu adalah nilai historis dari patung “Pak Samrat” di Wanea-Ranotana itu yang sudah berjalan 50 tahun lebih.
Parahnya lagi, mereka memesan patung dari luar daerah. Ini tentu sudah dengan sengaja tidak lagi memberi kesempatan para perupa atau seniman patung yang ada di Sulawesi Utara ini untuk hidup dengan sejarahnya.
“Untuk estetika katanya, tapi dengan jalan merusak estetika dan sejarah. Justru ini yang salah kaprah,” sesal Tulus.
Hal ini juga direspon tegas oleh Koordinator Forum Perupa Sulut Alfred Pontolondo, ia menyesalkan, pemerintah daerah dengan tanpa bertanya ke berbagai pihak telah mengambil keputusan yang dinilai tergesa-gesa entah dengan urgensi apa dan cenderung ceroboh.
Patung ini adalah cerminan pada nilai-nilai hidup dan pemikiran beliau dan menjunjung tinggi persatuan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Patung itu memiliki ikatan emosional dalam memori kolektif masyarakat Manado, sehingga Ranotana tidak lengkap tanpa patung tersebut.
“Patung itu hanya akan memiliki makna yang utuh, baik dari sisi sejarah maupun mental emosional masyarakat di sekitarnya ketika patung itu hadir di Ranotana,” terangnya.
Atas kejadian ini, kata dia, patung beton Sam Ratulangi karya Alex Wetik berlatar motivasi pembangunan Gubernur H. V. Worang dianggap kehilangan nilai estetika.
“Jika patung itu diganti secepat mungkin dengan patung perunggu yang megah dengan dalil agar estetik, itu salah besar!” tegas Alfred.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar pemerintah, baik Pemkot Manado dan Balai Jalan Provinsi Sulawesi Utara, mengembalikan patung Sam Ratulangi ke tempat semula.
“Jangan mengulangi kecerobohan lagi di masa mendatang,” tegasnya.
Diketahui, para perupa Sulawesi Utara ikut mempertanyakan sikap setiap institusi resmi yang bertanggung jawab terhadap pemajuan atau pelestarian kebudayaan di Sulawesi Utara.
“Jangan hanya gigih dalam hal selebrasi, festival, kaji mengkaji atau urusan administratif kebudayaan saja. Ada persoalan di depan mata,” katanya.
Ada tantangan pelestarian budaya sedang terjadi, lalu apa sikap dan tindakan nyata institusi resmi kebudayaan di Sulawesi Utara?
“Mana BPK? Mana Dinas Kebudayaan Sulawesi Utara? Mana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado? Apa anda takut pada kekuasaan sehingga bungkam dan mingkem?,” tanya heran tokoh seniman Sulut itu.
Justru dalam kondisi seperti saat inilah peran BPK, Disbud Sulut dan Dinas Dikbud Kota Manado ditunjukkan untuk menjawab tantangan perlindungan atas karya budaya.
“Saya mempertanyakan ini sebagai seniman sekaligus ASN di Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulawesi Utara,” tutupnya.