Plt Direktur RSU Bethesda Tomohon DR dr. Yanti Langi, membenarkan kronologi yang diungkapkan Natalia terkait masalah yang sebenarnya di Bethesda.
“Ya, kronologis yang disampaikan itu benar, tapi ada penjelasannya. Pertama, dari evaluasi Yayasan, jika ada masalah mengenai keseragamaan pengelolaan keuangan,” ungkap Yanti saat itu.
Hal berbeda disampaikan Ketua Pembina Yayasan Medika yang juga sebagai Ketua Sinode GMIM Pdt DR Hein Arina, saat Rakor BPMS dan Ketua-ketua BPMW GMIM, Senin (18/1/2022).
Dalam rapat yang disiarkan langsung melalui akun Facebook Multimedia GMIM, Arina mengungkapkan, bahwa dirinya melarang pemberian insentif 3% dari pendapatan kepada direksi.
Arina ungkap, jika pendapat Covid-19 sekitar 10 Milyar, berarti pendapatan Direktur adalah 300 Juta itu tidak ada. Ini Gereja. Maka saya katakan naikan gaji Direktur sebesar 30 Juta, lebih tinggi dari gaji saya,” ungkap Arina.
“Itu baru gaji Direktur, belum tunjangan. Saya harus terbuka. Supaya warga GMIM tau,” imbuhnya.
Insentif 3% Untuk Direksi RSU Bethesda Tomohon Ditanggapi Jemaat. Hal itu pun menuai komentar dari jemaat terkait insentif 3% terhadap 3 Direktur yang ada di RSU Bethesda Tomohon.
Rocky Moniaga, salah satu jemaat GMIM di Minahasa Utara ungkap, yang mengeluarkan kebijakan insentif 3% untuk direksi adalah Yayasan.
“Sebaiknya Ketua Pembina Yayasan, Pak Arina harus menjelaskan itu di saat Rakor baru-baru ini,” beber Rocky.
Menurutnya, dari keterangan perwakilan karyawan RSU Bethesda, yang di iyakan Plt Direktur dr. Yanti Langi, bahwa itu bukan keinginan Direksi.
“Jangan seolah-olah menyalahkan Direksi terkait insentif tersebut, karena itu kebijakan Yayasan,” bebernya.
Hal serupa, juga diungkapkan Arter Moningka dari jemaat di Wilayah Tomohon Tiga, terkait penghapusan insentif 3% itu, sangat disayanginya.
“Karena, momen penghapusan insentif dilakukan dimasa pendapatan RSU Bethesda yang naik signifikan gara-gara penanganan pasien Covid-19,” aku Moningka.
“Menurut saya ini ada faktor kecemburuan. Karena, kenapa kebijakan yang dikeluarkan Yayasan itu seakan dianulir pembina Yayasan saat pendapatan meningkat pesat. Kenapa tidak dilakukan dari awal ia menjabat sebagai Ketua Pembina Yayasan,” tanya dia.
Dia kemudian menyampaikan prasangka tak sedap atas keputusan Yayasan terkait insentif itu.
“Kenapa di hapus saat pendapatan banyak. Ada apa? Apa Yayasan dan pembina tak bisa terima pendapatan Direksi di RSU milik GMIM lebih banyak dari insentif mereka,” beber Wakil Ketua Komisi Remaja Syaloom Tumatangtang itu.
Menurut dia, (Moningka-red) para pemimpin Yayasan dan Pembina, memang berhak mengambil keputusan pada setiap unit kesehatan milik GMIM.
“Namun, walaupun insentif tersebut harus ditiadakan, tapi jangan membuat opini seakan kebijakan itu adalah dari Direksi setiap RS milik GMIM. Silahkan hapus, tapi jangan salahkan Direksi. Kan Yayasan yang keluarkan SK,” tegasnya.
Meski begitu, dirinya berharap masalah ini cepat berlalu. Karena, kata dia, jika masalah ini berlarut-larut banyak hal yang harus dikorbankan termasuk kesehatan pasien di RSU Bethesda.
“Kualitas pelayanan pasti terganggu. Nasib karyawan RSU Bethesda Tomohon juga pasti terancam jika roda organisasi di sana tidak baik,” tukasnya.
***